AYU LHS

This is Intan. We met in 2010 when we were in the 10th grade during MOS. She was that nerdy girl who always sat on the back row, and I'm this unlucky girl who happened to sat on the front and had to deal with those so-called seniors talking bullshits all the time. Long story short, something bad happened to her and I was the first person she called for help. Days later, we became chairmates.
Now, we're soulmates.
.
She knows me very well; from my favorite color, the guy I got the crush on, even my darkest secrets. And I trust her with my life. I could become unstable sometimes, and she knows how to deal with me. She got the best shoulder I can lean on when I'm tired of everything. She knows the best advices that suit me. She knows what would hurt me and what wouldn't.
Now, she's not even my best friend anymore. She's like a real sister, and I couldn't thank her enough for all those things.
.
(Why am I being so emotional here?)

View more

Kalau judul filmnya hanya 'Marlina', saya mungkin gak akan begitu penasaran. Embel-embel 'Si Pembunuh dalam Empat Babak'-lah yang bikin saya penasaran. Ternyata, empat babak yang dimaksud dalam film ini adalah kisah hidup Marlina yang dari seorang janda biasa menjadi seorang pembunuh itu dibagi ke dalam empat babak: The Robbery, The Journey, The Confession, dan The Birth. Tapi buat saya pribadi, batas-batas antara keempat babak itu masih sangat blur, saya gak melihat ada hal-hal tertentu yang bikin setiap babak jadi betul-betul unik.
.
Pesannya (cukup) tersampaikan, saya ikut terbawa emosi juga karena sepanjang film berjalan, saya rasanya kesal melihat perlakuan yang diterima Marlina. Tapi konsentrasi saya sering pecah karena beberapa scene kesannya lambat banget. Saya gak paham kenapa kita harus melihat siluet Novi yang sedang berganti pakaian, atau ketika dia mondar-mandir di dapur rumah Marlina sebelum *MAJOR SPOILER ALERT* dia menebas kepala Franz. Beberapa orang mungkin suka alur yang berjalan perlahan. Namun saya pribadi, menonton film yang membawa embel-embel 'pembunuh' begini, malah jadi gak sabar. Saya banyak clueless sepanjang film; Marlina mau ke mana, kenapa dia gak tunjukkan kepala Markus ke polisi, kenapa Umbu begitu bodoh, kenapa Markus pede banget bilang ke Marlina bahwa ia mau merampok rumahnya malam itu, kenapa ini dan kenapa itu. Saya berharap ada klimaks yang bakal menendang di bagian akhir, entah bawa-bawa masalah sup ayam atau apa. Ternyata konflik berakhir dengan Novi menebas kepala Franz sebelum sesaat kemudian, ia melahirkan. Film ini menarik, tapi di akhir, saya justru tanpa sadar berkata, "Udah, itu aja?" Ini seperti waktu saya nonton JIGSAW dan Terminator Genisys; saya senang, tapi gak puas.
.
Terlepas dari hal-hal di atas, film ini memang menarik dengan ide ceritanya yang unik. Gak bisa dipungkiri bahwa memang ada sedikit vibe ala-ala Kill Bill di sini. Nilai plus lainnya adalah soundtrack-nya, suka banget. Secara keseluruhan, 'Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak' mungkin memang ditujukan untuk memuaskan segelintir orang yang bisa benar-benar menikmati film sarat pesan dengan alur yang lambat, dan saya bukan salah satu di antara orang-orang itu.

View more

Lima minggu terakhir ini saya berkeliling di suatu kecamatan di kota X untuk mencari 30 orang baduta yang bisa dijadikan responden penelitian. Nyari 30 itu susah, karena saya harus menimbang berat badan, tinggi badan, menyesuaikan dengan umur, dan tetek-bengek lainnya sampai anak-anak ini cocok dengan kriteria responden yang saya perlukan. Jadi, untuk mencari 30 orang itu, saya perlu ketemu, menimbang, dan mengukur kurang lebih hampir seratus baduta. Tahu gak, apa yang saya temukan di sana?
.
Banyak ibu yang gak bisa ngurus anaknya; entah anaknya jadi kurus, kotor, makan gak benar, sakit-sakitan, beratnya turun terus, sudah hampir lima tahun gak bisa ngomong lancar, jadi bandel, dan yang paling bikin saya kesal adalah kalau ngelihat anak berstatus gizi buruk tapi orangtuanya sombong. Iya, sombong, sok tahu. Sok paling mengerti anaknya hanya karena dia ibu/bapaknya. Anak udah kurus begitu, orangtuanya masih petantang-petenteng, gaya-gayaan bilang udah ngasih makan anaknya lah, ngasih salmon setiap minggu lah (yang kedengaran gak masuk akal), apa lah. Begitu saya masuk ke dalam rumahnya, ada lagi kakak-kakak dan adik-adik si anak yang keadaannya juga sama memprihatinkan. Mau tahu yang bikin lebih miris? Si ibu lagi hamil.
.
Terus kamu di sini bilang mau punya anak lima? Hei sayang, dunia udah kepenuhan. Dunia bukan kepenuhan sama orang-orang sukses dan mandiri atau anak-anak yang sehat dengan otak cerdas. Dunia udah kepenuhan sama orang-orang kelaparan serta anak-anak stunting dan wasting. Kamu lihat di jalanan, bocah-bocah nanggung yang bisanya cuma nongkrong sambil ngerokok, entah kapan terakhir kali mandi; apa yang bisa mereka banggain selain rank di Mobile Legend? Kamu lihat di sekolah-sekolah, anak-anak ngeluh pelajarannya susah; memang anaknya yang kurang cerdas tapi yang disalahkan kurikulumnya. Kamu lihat bimbel-bimbel, laku keras karena banyak diisi anak-anak yang orangtuanya gak pede dengan kepintaran anaknya yang nilainya sering gak lolos KKM. Kamu lihat website JobStreet, banyak banget ya yang lagi melamar posisi yang kamu incar? Iya, karena banyak pengangguran.
.
Setiap kali saya bikin pohon masalah saat diskusi materi di kampus, semua permasalahan itu akarnya dua: edukasi yang kurang dan status gizi yang kalau gak kurang, ya buruk. Gak perlu lah, ngomongin punya anak lima dulu kalau untuk kebutuhan finansial dan pendidikan anak aja masih keteteran. Alih-alih menghasilkan keturunan yang cerdas, kamu malah bakal bikin dunia makin penuh sesak dengan anak-anak bergizi kurang.

View more

Entah buat kamu, tapi bagi saya untuk menjadi seorang pembohong (kompulsif) itu susah dan butuh skill. Saya percaya bahwa ada batas yang amat tipis antara cerdas dan licik. Dalam situasi mendesak, kamu cuma punya waktu beberapa menit (atau detik) untuk menemukan alasan, dalih, atau apa pun yang bisa menguntungkan pihakmu. Tapi, gak berhenti sampai di situ! Kamu juga perlu mental yang kuat supaya omonganmu jadi terdengar meyakinkan dan ekspresimu tetap natural. Orang akan menyadari bahwa kamu sedang berbohong kalau kamu gak bisa mengendalikan ekspresi wajah dan gestur tubuhmu sendiri.
.
Kamu pikir ciri-ciri seseorang yang sedang berbohong itu cuma sebatas gerakan mata, intonasi, dan gestur-gestur aneh seperti menggaruk hidung? Kamu sudah banyak membaca tentang semua itu? Salah-salah, kamu bisa-bisa malah terlalu gugup dan justru melakukan semua ciri-ciri di atas ketika kamu sedang berusaha mati-matian menghindarinya. Berbohong itu membutuhkan skill dan jam terbang, kecuali kalau kamu memang seorang pembohong patologis. Kamu perlu pandai-pandai juga membaca lawan bicaramu sebab siapa tahu lawan bicaramu adalah pembohong yang lebih ulung daripada kamu, misalnya saya.

View more